Makalah kerajaan banten

KELOMPOK PENYUSUN
MAKALAH: -RENO -BUDI.A -SUTRIMO
-FAJAR ANGGIT -ELIN.T
RUMUSAN MASALAH
1.
Lokasi Kerajaan Banten.
Kerajaan
Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di
Barat Pulau Jawa.
2.
kerajaan banten
3.
Aspek kehidupan masyarakat.
4.
Puncak kejayaan
5.
Masa kesultanan
6.kemunduran
kerajaan Banten
Aspek kehidupan kerajaan Banten
meliputi:
A. Aspek Kehidupan Ekonomi
B. Aspek Kehidupan Sosial
C. Aspek Kehidupan Politik
D. Aspek kehidupan budaya
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Lokasi Kerajaan Banten.
Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan
Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten
di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan
bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya.
Oleh karena itu, raja Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan Faletehan /
Fatahillah untuk merebut kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran.
Ternyata usaha tersebut berhasil dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di
bawah pimpinan Faletehan berhasil menaklukkan kerajaan Banten yang sedang
berusaha menghalangi Demak memperluas wilayahnya.
2.
KERAJAAN BANTEN
Kerajaan Banten berawal ketika Kerajaan Demak
memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1526, pasukan Demak, dibantu
Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanuddin, menduduki pelabuhan Sunda, yang
saat itu merupakan salah satu pelabuhan dari kerajaan Pajajaran, dan kota
Banten Girang. Pasukan Demak mendirikan kerajaan Banten yang tunduk pada Demak,
dengan Hasanuddin sebagai raja pertama. Menurut sumber Portugis, saat itu
Banten merupakan salah satu pelabuhan kerajaan Pajajaran di samping Pontang,
Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa (kini Jakarta) dan Cimanuk.
Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula
Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan
hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak.
Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting
menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu
dikuasai oleh Portugis.
Pada
tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya,
Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat
berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan
Palembang.
3. Sejarah
Tahun 932, kerajaan Sunda didirikan di bawah naungan
Sriwijaya, di kawasan Banten, dengan ibukota di Banten Girang. Kerajaan ini
berakhir tahun 1030, dengan mungkin Maharaja Jayabupati sebagai raja
terakhirnya, yang memindahkan pusat kerajaan ke pedalaman, di Cicatih dekat
Cibadak.
Setelah
itu Sunda diperkirakan jatuh di bawah kekuasaan langsung Sriwijaya. Di abad
ke-12, lada menjadi bahan ekspor yang berarti bagi Sunda.
Dalam
bukunya, Zhufan Zhi (1225), Zhao Rugua menyebut "Sin-t'o" sebagai
bawahan Sriwijaya tapi menulis bahwa "tidak ada lagi pemerintahan yang
teratur di negara itu. Penduduk menjadi perampok. Mengetahui ini, saudagar
asing jarang ke sana." Pernyataan ini menunjukkan pelemahan kekuasaan
Sriwijaya, yang sendirinya juga menjadi sarang perompak. Menurut
Nagarakertagama, setelah raja Kertanegara menyerang kerajaan Malayu tahun 1275,
Sunda jatuh di bawah pengaruh Jawa. Namun berkat lada, ekonomi Sunda berkembang
pesat di abad ke-13 dan ke-14.
Menurut
Carita Parahyangan, Banten Girang ("Wahanten Girang") diserang
Pajajaran, negara pedalaman yang juga beragama Hindu-Buddha. Peristiwa ini
diperkirakan terjadi di sekitar tahun 1400. Sunda tunduk pada Pajajaran, yang
lebih mementingkan pelabuhannya yang lain, Kalapa (kini Jakarta) dan mungkin
satu lagi di muara Citarum. Mungkin itu sebabnya Tomé Pires menulis bahwa
pelabuhan yang paling besar di Jawa Barat adalah Kalapa. Namun di sekitar tahun
1500, perdagangan internasional bertambah pesat untuk lada dan membuat Sunda
lebih kaya lagi.
Jatuhnya
Melaka di tangan Portugis tahun 1511 berakibatkan perdagangan terpecah belah di
sejumlah pelabuhan di bagian barat Nusantara dan membawa keuntungan tambahan ke
Sunda. Ada kemungkinan rajanya masih beragama Hindu-Buddha dan masih tunduk
pada Pajajaran. Namun berkurangnya kekuasaan Pajajaran memberi Sunda kesempatan
dan peluang yang lebih luas. Raja Sunda, yang diancam kerajaan Demak yang
Muslim, menolak untuk masuk Islam. Dia ingin bersekutu dengan Portugis untuk
melawan Demak. Tahun 1522 Banten dan Portugis menandatangani suatu perjanjian
untuk membuka suatu pos di sebelah timur Sunda untuk menjaga perbatasan
terhadap kekuatan Muslim.
Tahun
1523-1524, Sunan Gunung Jati meninggalkan Demak dengan memimpin suatu bala
tentara. Tujuannya adalah mendirikan suatu pangkalan militer dan perdagangan di
bagian barat pulau Jawa. Sunda ditaklukkannya dan rajanya diusir. Saat Portugis
balik ke Sunda tahun 1527 untuk menerapkan perjanjian dengan Sunda, Gunungjati
menolaknya. Sementara Kalapa juga direbut pasukan Muslim dan diberi nama baru,
"Jayakarta" atau "Surakarta" ("perbuatan yang
gemilang" dalam bahasa Sangskerta.
Banten
kemudian diperintah oleh Gunung Jati sebagai bawahan Demak. Namun keturunannya
akan membebaskan diri dari Demak. Tahun 1552, Gunung Jati pindah ke Cirebon, di
mana dia mendirikan kerajaan baru.
Jatidiri
dan kegiatan Gunung Jati lebih banyak diceritakan dalam naskah yang sifat
kesejarahannya kurang pasti sehingga terdapat banyak ketidakpastian. Boleh jadi
kegiatan militer yang dikatakan dilakukan oleh dia, sebetulnya adalah perbuatan
orang lain yang oleh Portugis dipanggil "Tagaril" dan
"Falatehan" (yang mungkin maksudnya "Fadhillah Khan" atau
"Fatahillah") dan yang dalam sejumlah cerita disamakan dengan Sunan
Gunung Jati. Purwaka Caruban Nagari, suatu babad yang dikatakan ditulis tahun
1720, membedakan Gunung Jati dari Fadhillah.
Raja
Banten kedua, Hasanuddin (bertahta 1552-1570), memperluas kekuasaan ke daerah
penghasil lada di Lampung, yang hubungannya dengan Jawa Barat sebetulnya sudah
lama. Menurut tradisi, Hasanuddin adalah anak Gunung Jati. Dia menikah dengan
seorang putri dari raja Demak Trenggana dan melahirkan dua orang anak.
Raja
ketiga, Maulana Yusuf (bertahta 1552-1570), menaklukkan Pajajaran di tahun
1579). Menurut tradisi, Maulana Yusuf adalah anak yang pertama Hasanuddin.
Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi
Penguasa Jepara.
Terjadi
perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa
berkuasa atas Kesultanan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama
Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan
Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Banten karena
dibantu oleh para ulama.
Tahun
1638 Pangeran Ratu (bertahta 1596-1651) menjadi raja pertama di pulau Jawa yang
mengambil gelar "Sultan" dengan nama Arab "Abulmafakhir Mahmud
Abdulkadir”
5. Aspek kehidupan masyarakat.
Aspek
kehidupan kerajaan Banten meliputi:
A.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran
yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina,
India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten.
Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan
Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan,
tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kerajaan
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Ada beberapa factor yang
mempengaruhinya, antara lain:
1.
Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memilki syarat
menjadi pelabuhan yang baik. Dengan pelabuhan yang memadai itu, kerajaan Banten
dapat di datangi oleh pedagang-pedagang dari luar, seperti pedagang dari China,
India, Gujarat, Persia dan Arab yang setelah berlabuh di Aceh, banyak yang
melanjutkan pelayarannya melalui pantai Barat Sumatra menuju Banten. Selain
pedagang dari luar, ada juga pedagang yang dating dari kerajaan-kerajaan
tetangga, seperti dari Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Maluku.
2.
Kedudukan kerajaan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena
aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang Islam makin ramai sejak bangsa
Portugis berkuasa di Malaka.
Kedua
faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan
perdagangan dan pelayaran, sehingga pada saat itu kerajaan Banten sangat cepat
mengalami perkembangan yang bias di bilang sangat pesat.
B.
Aspek Kehidupan Sosial Kesultanan Banten
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di
Pulau Jawa selain Kerajaan Demak, Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram
Islam. Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku
dalam agama Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan
sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan pesat karena sultan
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng
Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari
Batavia.
Menurut
catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW
sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat. Meskipun agama
Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk
Banten telah menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan pemeluk agama
lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten
pada tahun 1673.
Kehidupan
sosial masayarakat kerajaan Banten meningkat sangat pesat pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, karena ia sangat memperhatikan kehidupan
masyarakat dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya. Ada usaha yang
di tempuhnya untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera, yaitu denganmenerapkan
system perdagangan bebas dan mengusir Belanda dari Batavia (Jakarta sekarang)
walaupun usahanya ini gagal.
Secara
pelahan, kehidupan sosial kerajaan Banten mulai berlandaskan pada hokum-hukum
Islam. Orang-orang yang menolak ajaran baru memisahkan diri ke daerah pedalaman
yaitu di daerah Banten Selatan dan kemudian di kenal dengan nama Suku Badui,
kepercayaan ini kemudian disebut dengan Pasundan Kawitan (Pasundan yang
pertama).
Kehidupan
sosial kerajaan Banten dapat kita lihat pada bidang seni bangunan, yaitu seni
bangunan oleh Jan Lucas Cardel (orang Belanda yang masuk Islam) dan
bangunan-bangunan gapura di Kaibon Banten.
C.
Aspek Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten,
Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524
wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif
Hidayatullah. Pada waktu Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan
diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah
itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif
Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten.
Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh
faktor-faktor berikut ini:
1.
Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis,
Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
2.
Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa
menuju Asia.
Kerajaan
Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan
Banten adalah sebagai berikut:
1.
Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke
bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2.
Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan
pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3.
Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar
agama Islam ke Banten.
4.
Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel.
Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan
hingga sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5.
Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten
didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain
di Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan
Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC
di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat di bawah
kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan
Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng
Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat
pada tahun 1629 Masehi.
Kerajaan
Banten adalah kerajaan Islam di Jawa yang menjadi kerajaan penghapus kerajaan
Hindu di Jawa. Ini di karenakan usaha kerajaan Banten memperluas wilayahnya.
Sultan Maulan Yusuf yang menggantikan ayahnya yaitu Sultan Hasanuddin yang
mangkat pada tahun 1570 mempeluas wilayah kekuasaannya ke daerah pedalaman.
Pada tahun 1579 kekuasaan kerajaan Pajajaran dapatdi taklukkan, ibu kotanya di
rebut sedang rajanya Prabu Sedah tewas dalam pertempuran.
Kerajaan
Banten memiliki banyak raja selama berdirinya. Adapun silsilah raja kerajaan
Banten secara kronologis adalah sebagai berikut.
1.
Sunan Gunung Jati / Fatahillah
2.
Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570 (di bawah pemerintahannya kerajaan Banten
memperoleh masa kejayaannya)
3.
Maulana Yusuf 1570 - 1580
4.
Maulana Muhammad 1585 - 1590 (diangkat pada usia 9 tahun)
5.
Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar tersebut
pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
6.
Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
7.
Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
8.
Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
9.
Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
10.
Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
11.
Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
12.
Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
13.
Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
14.
Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
15.
Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
16.
Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
17.
Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
18.
Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
19.
Aliyuddin II (1803-1808)
20.
Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21.
Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22.
Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
D.
Kehidupan Budaya Kesultanan Banten
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten
terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa,
Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh
terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama
Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat
perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab yang
berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Dalam
bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang
dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana
dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel,
seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah
di Banten saat ini dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak
menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
6.
Puncak kejayaan
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682)
dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada
yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa. Perdagangan laut berkembang ke
seluruh Nusantara. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Tiongkok dan Jepang.
Sultan
Ageng juga memikirkan pengembangan pertanian. Antara 1663 dan 1667 pekerjaan
pengairan besar dilakukan. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan
menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara
30 dan 40 000 ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa
ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang
Bugis dan Makassar. Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina di tahun
1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, penduduk kota Banten meningkat
dari 150 000 menjadi 200 000.
7.
Masa kesultanan
A. Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada
zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung
diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor
Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di
Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus
1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
D.Sunan Gunung Jati
Sunan
Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M namun ada juga yang
mengatakan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah
satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.
Sunan
Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450. Ayah beliau adalah
Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar. Jamaluddin Akbar adalah
seorang Muballigh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal
sebagai Syekh Mawlana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Mawlana Akbar
adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi
putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, ulama besar di Hadramawt, Yaman yang
silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucu beliau Imam Husayn.
Ibunda
Syarif Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang putri Prabu Siliwangi (dari Nyai
Subang Larang) adik Kiyan Santang bergelar Pangeran Cakrabuwana yang berguru
kepada Syekh Datuk Kahfi, seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi
Mahdi.
Makam
Nyai Rara Santang bisa ditemui di dalam komplek KLENTENG di Pasar Bogor, di
sebelah Kebun Raya Bogor.
Bagi
para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika itu
dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara maju dan makmur
mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena pengkhianatan
seorang anggota istana yang dikenal dengan nama Sultan Haji.
Dengan
segala jasanya umat Islam di Jawa Barat memanggil beliau dengan nama lengkap
Syekh Mawlana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.
E.Sultan
Ageng Tirtayasa
Sultan
Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1692) adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad
yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar
Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang
bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia,
ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama
Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun
Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.
Riwayat
Perjuangan
Sultan
Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 – 1682. Ia
memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan
perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian
Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan
terbuka.
Saat
itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam
terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan
rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang
keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat
sultan.
Ketika
terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya,
Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan
Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di
Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang
dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.
8.
Penghapusan kesultanan
Kesultanan
Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu,
Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas
Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh
Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808
9 .kemunduran kerajaan Banten
Para
pengikut setia Sultan Ageng yang dipimpin oleh Syekh Yusuf terus melakukan
intimidasi terhadap Kompeni itu. Nasib buruk menimpa Syekh Yusuf, tahun 1683 ia
beserta keluarganya tertangkap Kompeni. Dengan begitu Kesultanan banten berada
di ambang kehancuran. Terlebih lagi dengan ditandatanganinya perjanjian pada
tahun 1684 yang terdiri dari sepuluh pasal, yang tentu saja merugikan pihak
Kerajaan Banten. Akibat perjanjian ini Kesultanan Banten mulai dikuasai Belanda
dengan dibangunnya benteng Kompeni yang bernama Speelwijk di tempat bekas
benteng kesultanan yang telah dihancurkan.
Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah mengindikasikan bahwa
setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang
kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan
maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala
bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota
pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan Sepeninggal Sultan Haji
maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu campur tangan
Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak pertama Pangeran Ratu mnejadi
Sultan Banten yang bergelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690).
Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan
kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama
kemudain wafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar